Dalam acara SEMILOKA yang
diselenggarakan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) Kabupaten Sleman
bertempat di Grha Sarina Vidi pada tanggal 25 Juni 2013 ini menyuguhkan
dua materi dari pemateri yang sama-sama berlatarbelakang dari Komisi
Pemilihan Umum. Pada materi pertama dengan judul “Peran Politik &
Partisipasi Perempuan Dalam Pemilu 2014 yang disampaikan oleh Ibu Ibah
Muthiah (Anggota KPU Daerah Istimewa Yogyakarta). Adapun isi materi
tersebut peran partisipasi perempuan dalam pemilu 2014 dibagi dalam tiga
kategori yaitu pemilih (untuk usia 17 tahun atau belum 17 tahun namun
sudah menikah) , dipilh (untuk caleg minimal berumur 21 tahun, untuk
panwas berumur lebih dari 30 tahun, dsb) , pemilih dan dipilih (bagi
bacaleg, baca DPD). Kedudukan perempuan dalam pemilu 2014 diatur pada
UU. No.8 tahun 2012 yaitu parpol dapat menjadi peserta pemilu setelah
memenuhi persyaratan : (d) meyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh
perseratus) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik
tingkat pusat. Selain itu dalam hal proses pendaftaran caleg, dalam
pasal 55 menyebutkan daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam pasal
53 memuat paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan
perempuan. Bila tidak ada kouta 30% maka bakal calon tersebut
batal.Tantangan perempuan dalam pemilu 2014 ini diantaranya penetapan
calon terpilih berdasarkan suara terbanyak, parpol ambang batas 3,5%
untuk diikutkan dalam penetapan kursi DPR, DPRD Provinsi & DPRD
Kab/Kota. (Dalam pasal 208 UU. No.8 Tahun 2012). Suksesnya pemilu ini
tergantung pada partisipasi pemilih, terpilhnya pemimpin yang kredibel
serta kemampuan mengelola managemen konflik.
Selanjutnya pada materi kedua
mengangkat judul “Golput dan Partispasi Masyarakat di Pemilu 2014 yang
disampaikan oleh Bp Hamdan (Anggota KPU Kabupaten Sleman). Dalam materi
ini lebih memfokuskan sebab-sebab penurunan parisipasi pemilih. Mengutip
Tulisan dari Sigit Pamungkas, kategori Golput antara lain :
- Golput sebagai fenomena teologis yang memandang keikutsertaan dalam pemilu merupakan dosa. (Pandangan Agama yang menyebutkan bahwa pemilu itu haram).
- Fenomena protes (ekspresi protes warganegara terhadap parpol dan politisi yang tak kunjung menberi manfaat ( Salah satu implementasi masyarakat).
- Bentuk perlawanan terhadap sistem politik yang mengekang hak politik warga.
- Sebagai bentuk kepercayaan terhadap sistem yang sedang bekerja (dinegara mapan demokrasi, golput meningkat ketika parpol, politisi dan pemerintah sudah sesuai jalur).
- Fenomena mal administrasi (tidak terdaftar dalam DPT , tidak mendapat undangan,dll).
- Fenomena Teknis Individual (mementingkan kepentingan pribadi daripada menggunakan hak pilih). Contohnya saja: mending tidur atau berwisata daripada pemilu (pandangan masyarakat)
- Ekspresi kejenuhan mengikuti pemilu.
Diharapkan masyarakat tidak golput
dikarenakan menggunakan hak pilih dalam Pemilu merupakan mekanisme
prosedural untuk melakukan perubahan. Selain itu, golput tidak member
arti apapun bagi sistem politik dan demokrasi.
Selain itu juga perlu adanya langkah untuk mengantisipasi Golput diantaranya :
- Sosialisasi massif kepada masyarakat mengenai arti penting pemilu bagi kehidupan demokrasi.
- Penyelenggaraan Pemilu memastikan bahwa semua warga negara yang memenuhi syarat telah terdaftar sebagai pemilih.
- Menghimbau kepada seluruh tokoh/panutan masyarakat agar mengajak masyarakat/konstituen/umat untuk menggunakan hak pilihnya.
sumber : http://bemkm.student.uny.ac.id/2013/07/01/semiloka-oleh-komisi-pemilihan-umum-kabupaten-sleman/

0 komentar:
Posting Komentar