Pada Diskusi Publik ke dua ini mengangkat
tema “Galau UKT”. Pembicara yang di hadirkan dalam Diskusi kai ini
adalah bapak Dr.Moch Alip, M.A selaku Wakil Rektor 2, Bima Yudistira
direktur sharia economic UGM, dan Wahyudi Iman Satria selaku Ketua BEM KM UNY 2013. WR 2 Mengatakan bahwa penghitungan besaran UKT itu merujuk pada unit cost setiap mahasiswa. Unit cost
itu didapat dari biaya langsung (BL) dan biaya tidak langsung (BTL)
perkuliahan. Komponen biaya langsung diantaranya adalah gaji dosen,
bahan habis pakai untuk pembelajaran, dan sarana prasarana pembelajaran
langsung. Biaya tidak langsung ini dihitung berdasarkan aktifitas
langsung per-mahasiswa di setiap semester. Sementara biaya tidak
langsung diantaranya adalah biaya personel manajerial dan non dosen
lainnya. Selain itu untuk sarana prasarana non pembelajaran, serta
kegiatan pengembangan institusi. Unit cost komponen biaya tidak
langsung ini dihitung secara proporsional berdasarkan jumlah mahasiswa
sarjana per program studi. Dengan UKT, mahasiswa baru tidak akan ditarik
dana apapun. Maba tinggal membayar uang kuliah per semester. Dengan
besaran variatif, yakni Rp2,6 juta per semester untuk kelompok IPS,
ekonomi dan bahasa, Rp3 juta per semester untuk MIPA, olahraga dan seni
serta Rp3,5 juta per semester untuk kelompok teknik.
Dalam kesempatan ini pula dinyatakan
bahwa jika UNY meaksanakan sistem UKT ini, UNY akan mengalami kerugian
dalam kurun waktu 4 tahun. Dan untuk menutupi kerugian itu, UNY di
perbolehkan dan menggunakan unit-unit usaha mandiri yang sudah di
dirikan, seperti Hotel UNY, UNY Auto care, dan sebagainya. Selain
menggunakan dana dari unit usaha tersebut, UNY juga akan mendapatkan
dana Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Bima, direktur
sharia economic UGM yang juga sebagai pembicara pada diskusi publik
kali ini menyatakan bahwa di UGM pada tahun 2012 kemarin juga mendaatkan
dana BOPTN tersebut, akan tetapi pengajuan yang di ajukan pada akhit
tahun 2011 baru bisa cair pada saat caturwulan ke tiga dalam tahun 2012.
Bayangkan jika UKT sudah di terapkan dan dana BOPTN tidak lancar,
apakah bisa dijamin tidak akan ada pungutan-pungutan liar lain di luar
biaya per-semester yang di bebankan kepada mahasiswa?
Buruknya sistem UKT
“Tidak ada anak pintar miskin
yang tidak bisa kuliah” pemaparan dari bapak Dr. Moch Alip, M.A.. Mari
kita sedikit beranalogi dari kata-kata ini. Benarkah kata-kata itu sudah
di aplikasikan di seluruh penjuru nusantara ini? Belum pastinya.
Menanggapi kata-kata
tersebut, kita perlu sedikit beranalogi. Sungguh mulianya maksud dan
tujuan dari pelaksanaan dari sistem UKT ini. Namun, bagaimana jika ada
anak yang tidak begitu pintar bahkan tidak pintar tapi miskin? Apakah
hak mereka untuk mendapat pendidikan yang lebih tinggi tidak diakomodir?
Mari sedikit berhitung dengan rata-rata Upah Minimum Kabupaten (UMK) di
DIY. Rata-rata UMK di DIY adalah 1 Juta Rupiah. Tidak sedikit pula
masyarakat yang memiliki penghasilan di bawah UMK. Dalam satu semester
(6 bulan) penghasilan mereka 6 Juta Rupiah. Umpamakan keluarga tersebut
mempunyai anak yang tidak begitu pintar dan berkuliah di Fakultas Teknik
yang memerlukan biaya praktek tinggi dimana menurut biaya UKT di teknik
menghabiskan biaya 3,5 Juta Rupiah. Berarti dalam 6 bulan Keluarga
tersebut hanya memiliki penghasilan sebesar 2,5 Juta Rupiah yang mana
tiap bulannya hanya memiliki penghasilan sekitar 416 Ribu Rupiah.
Padahal jika tidak ada sistem UKT ini mahasiswa Reguler subsidi dari
pemerintah itu rata-rata membayar 1 Juta Rupiah tiap semester.
Membahas mengenai kapasitas mahasiswa,
individu-individu mahasiswa itu pasti memiliki daya serap dan kemampuan
menangkap materi yang berbeda-beda. Namun di era sekarang ini, Mahasiswa
di tuntut untuk menyelesaikan masa studinya secepat-cepatnya (4 tahun
masa studi) dan juga harus tetap berprestasi dalam bidang organisasi,
penalaran, seni, wirausaha, ataupun kemasyarakatan. Terkait dengan
waktu, UNY sangat menginginkan mahasiswanya lulus dengan waktu yang
sesingkat-singkatnya. Hal tersebut secara tidak langsung akan memberikan
tantangan tersendiri bagi mahasiswa yang ingin mengkatualiasikan
dirinya. Mereka akan berpikir daripada mengorbankan waktu kuliah untuk
organisasi yang beresiko terhadap lamanya waktu dan besarnya biaya,
mereka akan lebih memilih kuliah saja agar dapat lulus tepat waktu. Hal
ini akan mengerdilkan idealisme mahasiswa, padahal di kampus inilah
idealisme itu dibangun dan dikokohkan.
Bima, salah satu pembicara
dalam diskusi publik kali ini mengatakan bahwa gerakan mahasiswa kini
harus mempunyai ciri dan cara yang berbeda dengan gerakan mahasiswa
tahun 68an. Jika gerakan mahasiswa ditahun-tahun sebelumnya yang
terbiasa demo dalam menyampaikan pendapat. Kita bisa melakukannya dengan
cara akademis, semisal dalam hal menyampaikan pendapat, solusi atau
tawaran gagasan terhadap kebijakan yang terjadi melalui media masa
semisal koran. Namun, tidak menutup diri bahwa demostrasi adakalanya
juga perlu dilakukan.
Sikap dari Perwakilan BEM Fakultas dan BEM KM UNY
Dari berbagai kajian yang
telah dilakukan, ternyata UKT tidak hanya berdampak bagi mahasiswa,
akan tetapi bagi lembaga, dan masyarakat secara umum, maka BEM KM dan BEM Fakultas UNY Menolak adanya UKT dengan berbagai pertimbangan :
- Persiapan penerapan UKT belum matang. Hal tersebut pun diakui oleh jajaran UNY bahwa belum bisa menjawab secara rinci mengenai kebijakan UKT yang akan diberlakukan tahun mendatang bagi mahasiswa baru angkatan 2013/2014. Apabila pemerintah memang berniat baik agar pendidikan dapat dinikmati oleh semua warga negara, maka menghapus uang pangkal yang dinilai memberatkan masyarakat dan tetap ada subsidi silang dari golongan ekonomi kuat kepada golongan ekonomi lemah untuk menyokong pembiayaan di perguruan tinggi.
- UKT ini ingin pendidikan dapat dirasakan oleh semua warga negara, agar orang miskin yang pintar dapat menikmati bangku perguruan tinggi. lalu bagaimana dengan warga negara yang belum pintar dan ia ingin pintar padahal tidak ada biaya? Bukankah tugas negara untuk mencerdaskan bangsa sesuai dengan amanat UUD 1945? Jika pendidikan disamaratakan dan subsidi silang ditiadakan, maka tak masalah bagi golongan ekonomi kuat karena pembiayaan berkurang, namun sebaliknya akan sangat memberatkan bagi golongan ekonomi lemah. Karena selain harus mencukupi kebutuhan sehari-hari, mereka pun harus menyiapkan dana untuk biaya sekolah putra-putrinya yang semakin tinggi.
- Dispasritas nominal UKT dan non UKT ternyata tetap lebih mahal UKT dengan asumsi uang pangkal terendah di UNY. Jika kemudian muncul adanya opsi UKT berjenjang, bagaimana menentukan siapa yang berhak mendapatkan besaran biaya sesuai dengan jenjang-jenjang tersebut?
- Ketidak konsekuenan pemerintah dalam mengalokasikan dana BOPTN, dilihat dari realita sistem pengajuan, pencairan dan pelaporan pada tahun 2012 lalu.
- Permohonan Sosialisasi secara menyeluruh pada masyarakat umum mengenai sistem pembayaran UKT secara mendetail dan terbuka.
- Permohonan Transparansi dana yang jelas dalam perhitungan unit cost yang bisa memunculkan angka-angka pembayaran di tiap-tiap kelompok studi.

0 komentar:
Posting Komentar